PERLINDUNGAN HUKUM KEPALA DESA DALAM PENERAPAN PRINSIP ULTIMUM REMEDIUM TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Oleh: Prayogo Laksono, S.H., M.H.
(Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum UNTAG Surabaya)

Pemerintahan Desa dan Urgensi Perlindungan Hukum Kepala Desa

Desa merupakan unit terkecil pemerintahan Indonesia dengan struktur masyarakat hukum yang dipimpin oleh kepala desa. Ia memegang tanggung jawab besar dalam menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat.

Sebagai ujung tombak pemerintahan, kepala desa memiliki kewenangan luas dalam pengelolaan keuangan desa. Namun, luasnya kewenangan itu diiringi dengan risiko hukum tinggi, terutama jika terjadi kesalahan administratif yang bisa dikriminalisasi. Di sinilah pentingnya prinsip ultimum remedium dan perlindungan hukum bagi kepala desa agar pengelolaan dana desa tidak selalu dihadapkan pada ancaman pidana.

Dasar Hukum dan Ruang Perlindungan

Perlindungan hukum kepala desa dalam pengelolaan keuangan desa dapat dirunut dari beberapa peraturan:

  • UU Desa (UU No. 6 Tahun 2014) Pasal 26 ayat (3), yang mengakui hak kepala desa dalam menyusun kebijakan dan memberikan ruang perlindungan hukum.
  • UU Tipikor (UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001), yang mengatur batasan pidana terhadap penyalahgunaan wewenang.
  • UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK dan Peraturan BPK RI No. 01 Tahun 2007, yang mendefinisikan kerugian negara dan ruang audit keuangan negara.

Namun dalam praktiknya, kepala desa kerap dikriminalisasi atas dasar temuan kerugian negara yang belum tentu berasal dari niat jahat (mens rea). Banyak di antaranya hanya karena kelalaian administratif atau minimnya kapasitas teknis.

Pentingnya Pendekatan Ultimum Remedium

Prinsip ultimum remedium menegaskan bahwa sanksi pidana seharusnya dijadikan sebagai langkah terakhir setelah semua upaya administratif, perdata, dan mediasi ditempuh. Hal ini sejalan dengan pendapat Prof. Wirjono Prodjodikoro yang menyatakan pidana adalah senjata pamungkas.

Kepala desa yang beritikad baik dan bersedia mengembalikan kerugian negara seharusnya diberikan ruang penyelesaian administratif atau perdata lebih dahulu, bukan langsung dikenakan pasal pidana.

Mengedepankan pendekatan restorative justice—dengan orientasi pengembalian kerugian negara daripada penghukuman semata—bisa menghindarkan kerugian yang berlipat ganda, termasuk beban negara dalam menanggung biaya hidup narapidana korupsi.

Urgensi Pengaturan Khusus

Penulis memandang perlunya regulasi khusus atau lex specialis yang melindungi kepala desa agar proses hukum tidak langsung berujung pada pemidanaan, kecuali ada bukti kuat tentang adanya niat memperkaya diri sendiri. Hal ini dapat memberikan kepastian hukum dan rasa aman bagi aparatur desa yang beritikad baik dalam membangun daerahnya.

Perlindungan hukum seperti ini juga akan memperkuat tata kelola pemerintahan desa dan menjauhkan desa dari stagnasi akibat ketakutan berlebihan terhadap proses hukum.


Kesimpulan:
Penerapan prinsip ultimum remedium dalam perkara pengelolaan dana desa merupakan keniscayaan demi menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan efektivitas pembangunan. Kepala desa yang bertindak dalam itikad baik, bersedia mengembalikan kerugian, dan taat azas administratif, seharusnya diselesaikan secara administratif terlebih dahulu. Jika tidak, maka kriminalisasi akan terus menjadi momok dan menghambat kemajuan desa.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *